Kasus pemecahan kaca masjid di Jimbaran dan Nusa Dua bukan sekadar tindakan kriminal. Tindakan mereka adalah murni SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Wakil dari Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) asal Bali Kadek Kim Alan Moestaqiem Dahlan al Bali mengatakan bahwa kaca masjid dipecahkan.
“Apa namanya jika kaca masjid dipecahkan, karpet diinjak-injak oleh puluhan orang kalau bukan SARA?” katanya seperti dilansir ROL., Senin (7/12).
Jika murni kasus kriminal, katanya, biasanya hanya ditangani oleh kepolisian. Tetapi kini, Komandan Kodim juga turun untuk melakukan penyelidikan. Perusakan masjid merupakan bukti adanya intimidasi umat Muslim di Bali.
“Seharusnya pemerintah turun tangan terkait masalah ini karena sudah meresahkan umat Muslim. Mereka harus beraktivitas dengan tidak nyaman, baik bersekolah maupun bekerja.” katanya.
Sebelum kejadian di Masjid Jami Abdurrahman, Jimbaran, lanjutnya, sempat terjadi tindakan provokasi yang sama di kawasan Candi Kuning. Polres Tabanan segera turun tangan dan kedua pihak saling meminta maaf.
Peristiwa yang sama terulang lagi, selang empat hari. “Masalah ini tidak dapat dibiarkan begitu saja,” tanggapnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Baitul Ummah, Fauzi mengatakan penyerangan ke masjid bukan karena penistaan agama namun karena kotak amal.
Dia menceritakan, saat itu, Kadir, penjaga masjid sekaligus sebagai marbot bangun sekitar pukul 03.00 WITA dini hari.
Saat hendak berwudhu, Kadir melihat seseorang berdiri di luar pagar dan orang itu juga melihat Kadir. Lalu orang yang berada di luar pagar masjid melempar Kadir dengan batu.
Kadir juga melempar dengan batako sisa bangunan yang ada di area parkir masjid. Ternyata orang tidak dikenal tersebut tak sendirian. Di belakangnya ada sekitar 10 orang lagi. Akhirnya mereka sempat saling lempar.[BersamaDakwah]