Rasa kehilangan mengiris-iris hati saat istri meninggal beberapa saat usai melahirkan bayi. Hari-hari berikutnya, kesepian menyergap. Hidup serasa hampa tanpa kehadiran istri tercinta. Berat. Ia tak kuasa mengurus bayinya seorang diri, meskipun telah dibantu oleh bibi.
Tujuh bulan kemudian, ia memutuskan untuk menikah lagi. Berharap anaknya tak kehilangan asupan kasih sayang dari seorang ibu, meskipun hanya ibu tiri.
Sayangnya, istri barunya itu bukanlah sosok ibu tiri yang baik. Ia kurang tulus mengasihi anak tiri semata wayangnya. Apalagi setelah ia sendiri melahirkan bayi. Anak tiri ia serahkan pada pembantu.
Tak hanya tak disayang, anak itu juga sering mendapatkan perilaku tidak adil dari ibu tiri. Mulai dari perlakuan, ucapan, hingga makanan.
Suatu petang, saat makan malam, ibu tiri makan dengan lahapnya. Ia menikmati beragam menu sembari menyuapi anaknya sendiri. Anak tiri yang kini berusia empat tahun itu tampak sangat ingin memakan makanan yang disajikan. Ia menjulurkan tangannya. “Mau apa kau?!,” sebuah bentakan dari ibu tiri mengagetkannya. Ia menarik kembali tangannya, kepalanya tertunduk, wajahnya terlipat ketakutan.
“Aku lapar…” kata bocah itu.
“Ini makananmu,” kata ibu tiri sejurus kemudian setelah mengambilkan sepiring nasi. “Pergi dan makanlah di halaman sana!”
“Ini makananmu,” kata ibu tiri sejurus kemudian setelah mengambilkan sepiring nasi. “Pergi dan makanlah di halaman sana!”
Dengan mata berderai, gadis kecil itu pergi keluar membawa piringnya. Ia melawan dinginnya malam musim dingin dengan makanan yang tak bergizi dan tak mengenyangkan.
“Di mana anak kita?” tanya suami sepulang kerja.
“Sama pembantu,” jawab istri sekenanya.
“Sama pembantu,” jawab istri sekenanya.
Lelah setelah seharian bekerja membawa lelaki itu cepat terlelap. Namun beberapa waktu kemudian ia terbangun.
“Aku bermimpi istriku datang dan menyuruhku mencari anakku,” pamitnya sewaktu hendak bangun.
“Tidak usah. Dia kan sama pembantu. Lagi pula itu cuma mimpi,” sang istri mencegahnya.
“Aku bermimpi istriku datang dan menyuruhku mencari anakku,” pamitnya sewaktu hendak bangun.
“Tidak usah. Dia kan sama pembantu. Lagi pula itu cuma mimpi,” sang istri mencegahnya.
“Bangun! Cari anakmu,” kata almarhumah istrinya dalam mimpi itu. Terlihat seperti nyata dan segera membuatnya terbangun. Lagi-lagi, ibu tiri gadis kecil itu menghalanginya.
“Sudahlah, tidur saja. Itu hanya mimpi.”
“Sudahlah, tidur saja. Itu hanya mimpi.”
Lelaki itu pun kembali terpejam. “Tamat sudah Mas, anak kita sudah sampai di tempatku” sang suami kaget dan ketakutan. Ia terbangun dengan keringat dingin. Kali ini istri keduanya tak sanggup menghalangi.
Ia mengetuk kamar pembantu, ternyata anaknya tak ada di sana. Ia bersama pembantunya segera mencari ke sana kemari. Hingga menjelang pagi, ia menemukan anaknya sudah tak bernyawa. Mati dengan tubuh meringkut tanpa selimut dengan sebuah piring di sampingnya. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]
*Disarikan dari kisah nyata Qashashun Abkatni karya Salim Muraisyid