Kisah Perempuan Tua yang Mempertahankan Tanahnya: Pesantren “Terkubur”



Bila Anda punya sebidang tanah yang sudah dimiliki bertahun-tahun jangan pernah merasa aman. Apalagi tanah itu berada di kawasan pinggiran kota dan di lokasi strategis lainnya. Karena tanpa sepengetahuan Anda, para cukong dan kaum pemodal sedang mengincar tanah Anda untuk dikuasai dengan berbagai cara, termasuk bersekongkol dengan para pemegang kuasa.
Itulah yang dialami Siti Zulaiha (67 tahun), yang harus mengubur impiannya untuk membangun pesantren di atas tanah seluas 14,6 ha miliknya di desa Way Hui, kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Sebuah musholla dan bangunan yang digunakan tempat tinggal ustadz sekaligus tempat mengaji para penggarap dan warga sekitar kini telah rata dengan tanah. Sepasukan polisi bersenjata lengkap dari Polda Lampung tanggal 4 September 2015, merubuhkan pagar dan bangunan yang ada di tanah itu. Aksi perusakan yang terjadi bakda sholat Jumat itu, berdalih polisi sedang mengamankan asset milik PT. BUDI TATA SEMESTA, sebuah anak perusahaan PT.BUMI WARAS, Raja Properti Lampung yang menguasai tanah dan lahan seantero Lampung. Dasarnya, adalah setifikat Hak Guna Bangunan yang dimiliki PT. BTS nomor 370 tahun 1996.
Bukti dan surat-surat yang dimiliki Siti Zulaiha sejak tahun 1966 atas tanah itu, tidak mampu menahan gerakan pasukan bersenjata dan kemauan nafsu serakah cukong pemegang dana. Lantas apa yang bisa diperbuat seorang perempuan tua untuk mempertahankan haknya, ketika intitusi penegak hukum tidak lagi menjadi penegak tetapi telah berubah menjadi peruntuh hukum. Bagaimana tidak, tindakan yang seharusnya hanya boleh dan bisa dilakukan dengan Perintah Pengadilan, tetapi dijalankan dengan penuh semangat oleh aparat hanya dengan selembar surat dari Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung. Bahkan permintaan ustadz yang tinggal di bangunan itu untuk berkemas dengan menunda merobohkan musholla dan bangunan itu tidak digubris. Di atas tanah itu kemudian terpasang banner yang berbunyi:
“DILARANG MENDIRIKAN BANGUNAN DI ATAS TANAH INI. SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS NAMA PT.BUDI TATA SEMESTA NOMOR: 370 TAHUN 1996. DALAM PENGAWASAN DITRESKRIMUM POLDA LAMPUNG. LAPORAN POLISI NOMOR: LP/862/SPKT, TANGGAL 15 AGUSTUS 2015”
Derita Nenek Zulaiha berlanjut, karena polisi menetapkan dirinya sebagai tersangka. Status ini disandangnya setelah aparat dengan sigap menindaklanjuti laporan dari pihak PT.Bumi Tata Semesta bahwa nenek Zulaiha telah menempati dan memanfatkan tanah yang bukan miliknya. Kesigapan aparat yang super cepat itu berbanding terbalik jika yang melapor rakyat kecil yang tidak punya apa-apa. Status ini membuat Nenek Zulaiha harus bolak-balik ke Polda Lampung memenuhi panggilan polisi yang memeriksanya. Bahkan pada pemeriksaan terakhir polisi menjemput paksa Nenek Zulaiha karena polisi ingin cepat segera membawa kasus ini ke pengadilan.
Dalam usia senjanya, Zulaiha harus mengalami peristiwa yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Entah bagaimana reaksi dan kondisi bathinnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sopan tetapi menekan? Sementara dia sendiri dalam keadaan panik dan ketakutan. Anda yang pernah menjadi seorang interviewer/ pewawancara, pasti sudah punya outline atau kerangka pertanyaan untuk jawaban yang anda inginkan. Mulai dari cara bertanya, objek yang ditanya, menggiring pertanyaan, kata atau kalimat efektif untuk bertanya dan lain-lain yang intinya semua jawaban interviewee anda adalah jawaban yang ada dalam kepala anda. Dan ketika jawaban itu keluar dari mulut interviwee maka itu sudah menjadi FAKTA untuk dibuat BERITA atau BERITA ACARA. Itulah yang dialami Zulaiha.
Tidak tega melihat ibunya dizolimi sedemikian rupa, anak-anak Zulaiha mencoba mengadu tindakan polisi ke pengadilan negeri Kalianda. Namun dalam sidang pra peradilan tanggal 31 Deesember 2015, hakim menolak gugatan dengan alasan polisi memiliki bukti dan saksi. Sementara 19 bukti dan 3 orang saksi ( satu diantaranya Kepala Dusun tahun 60-an yang ikut menandatangani proses prmindahan hak tanah itu kepada Zulaiha) yang dihadirkan pihak keluarga tidak mempengaruhi putusan hakim. Bahkan hakim dengan sangat percaya diri dan meyakinkan bahwa polisi di pihak yang benar.
Menghadapi kasus seperti ini, orang seperti Zulaiha benar-benar sendiri. Padahal kasus serupa ribuan jumlahnya. Kriminalisasi dan kuasai, adalah modus berulang untuk mengambil lahan dan tanah rakyat. Mereka harus kehilangan lahan begitu ada cukong dan para kapitalis menginginkan lahan itu.
Konflik dan sengketa lahan di berbagai daerah awalnya adalah karena rakyat yang berusaha mempertahankan tanahnya. Begitu melawan, aparat yang turun tangan. Rakyatpun harus jadi korban, ditangkap dan dipenjara dengan alasan melakukan tindakan anarkhis dan kekacauan. Sementara pokok masalahnya sengaja dikaburkan, sehingga begitu mereka bebas, lahanpun sudah berpindahtangan. Maka jadilah mereka itu pribumi-pribumi tidak berlahan. Mengais rezeki dari remah-remah dan sisa-sisa produksi para kaum pemodal. Negara bagi mereka sudah tidak ada. Adapun sama seperti tidak adanya. Kalaupun hadir lembaga atau institusi yang mengatasnamakan negara itu sudah berganti rupa. Seperti centeng atau serdadu di jaman Belanda yang turun ke desa dan pemukiman warga memaksa rakyat untuk melepas lahannya dengan harga murah bahkan cuma-cuma.
Bagaimana dengan media yang katanya menjadi institusi pembela kaum lemah dan selalu berpihak pada yang benar? Media yang dalam ilmu Komunikasi disebut sebagai Watch Dog atau anjing penjaga yang memantau mereka yang berbuat sewenang-wenang dan menyalahguna kuasa, hari ini sudah berubah menjadi Circus Dog, anjing penghibur yang akan berbuat apa yang disukai tuannya. Memilih menghindar atau berdamai dengan tuan yang bisa memberi sepotong daging. Kekuatan dan arah gonggongan bisa diatur jika belum bisa bermanja-manja dengan mengibas-ngibas ekornya. Maka selain pemilik, siapapun bisa menjinakknya asal punya sekerat daging atau roti yang bisa dibagi. Hari ini masing-masing tuan berlomba memiliki peliharaan sendiri- sendiri untuk menjaga asset pribadinya.
Kalau kebetulan anda adalah rakyat seperti Nenek Zulaiha, maka berjemaahlah seperti satu tubuh yang saling menguatkan satu sama lain. Jangan banyak berharap pada orang yang telah anda pilih menjadi wakil atau pemimpin anda hari ini. Mereka yang telah punya posisi di berbagai instansi itu tidak akan memasukkan anda dalam agendanya. Yang mereka pikirkan adalah bagaimana dengan posisi itu dia mendapatkan bayaran sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT melindungi Nenek Zulaiha dan kita semua.
Mudah-mudahan kezhaliman dan perilaku tidak adil yang kita terima hari ini akan menjadi piutang dan simpanan yang akan kita tagih kepada orang yang melakukannya di hadapan Allah Swt kelak. Tidak perlu mencari tahu tentang keadaan kehidupan mereka yang telah berbuat zhalim itu. Bagaimana keluarganya dan anak-anaknya, kesehatannya, atau hari terakhir ketika dia akan menghadap tuhannya. Serahkan saja semuanya kepada DIA, karena DIA adalah Zat yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Wassalam.
Ditulis oleh: Aswandi As’an