1. BERANI atau tidak mendudukkan istri sebagai pemulia hidup dan bukan sebagai pekerja hidup. Kalau pemulia hidup, maka kehadirannya itu sebagai penggerak untuk hidup mulia, yaitu mendorong agar kita terpacu mencukupi segala kebutuhannya. Sedangkan, pekerja hidup itu sesudah kita nikahi masih dijadikan buruh di luar rumah untuk mencari nafkah karena kita hidup dalam kekurangan.
2. Berani atau tidak menawarkan diri untuk membelikan pembalut saat istri sedang menstruasi. Menyediakan ruang kekalahan saat amarah istri sukar dikendalikan karena pengaruh ‘datang bulan’. Menyediakan berlebih kesabaran apabila istri sedang terjangkit kemalasan akibat nyeri haid yang membuatnya jadi pesakitan.
3. Berani atau tidak mengatakan istri cantik di depan anak-anak sebagai bentuk pujian. Menggendong buah hati saat jalan-jalan di pusat perbelanjaan, sementara istri diberi kesempatan bebas berbelanja untuk hiburan sebab kesibukannya mengurus pekerjaan rumah begitu melelahkan.
4. Berani atau tidak menyetor hafalan Al-Qur’an setiap hari sebagai bukti bahwa patut menyandang pemimpin keluarga yang patut dibanggakan. Kemudian menargetkan kado pernikahan ialah naik haji untuk memohon doa keselamatan agar diberi karunia anak-anak saleh dalam ilmu agama serta tekun mengapai cita-cita demi masa depan.
5. Berani atau tidak memberikan hari libur khusus kepada istri meski sehari dalam satu bulan. Kemudian menggantikan perannya memasak, mengurus anak-anak serta membereskan rumah agar tidak berserak. []
Arief Siddiq Razaan, 11 Januari 2016