Ada sejumlah shahabat dan shahabiyah yang mendapatkan jaminan masuk surga. Dalam hadits shahih, Rasulullah menyebutkan nama-nama mereka. Sebagian disertai penjelasan amal-amal istimewa yang mereka lakukan sehingga mendapatkan jaminan itu.
Misalnya, Bilal bin Rabah. Ketika Rasulullah melakukan isra’ mi’raj, beliau mendengar suara terompah di surga. Ternyata itu adalah suara terompah Bilal. Ia telah dijamin masuk surga. Apa amal istimewanya? Rupanya Bilal senantiasa menjaga wudhu. Begitu batal, muadzin Rasulullah itu segera mengambil air wudhu dan kemudian shalat sunnah dua rakaat. Demikian seterusnya.
Selain mendengar suara terompah laki-laki, Rasulullah pada isra’ mi’raj itu juga mendengar suara langkah kaki wanita. Siapakah wanita yang dijamin masuk surga itu? Dalam hadits riwayat Muslim, para Malaikat menjawab, “Dia adalah Ghumaisha’ binti Mahlan, ibu Anas bin Malik”
Siapakah Ghumaisha’ binti Mahlan? Mungkin nama itu asing bagi kita. Sebab kita lebih mengenalnya dengan nama kunyahnya; Ummu Sulaim.
Dalam sirah shahabiyah, dipaparkan amal istimewa Ummu Sulaim. Yakni kesabaran dan romantisnya terhadap suami.
Suatu hari, Abu Thalhah suami Ummu Sulaim berangkat berjihad. Ia tetap berangkat meskipun anaknya pada saat itu sedang demam, sakit. Ditinggal Abu Thalhah, kondisi anak tidak membaik, justru ia kemudian meninggal. Sebagai ibu, Ummu Sulaim tentu merasa kehilangan. Tetapi kesabarannya sungguh luar biasa.
Selang beberapa jam setelah sang anak meninggal, Abu Thalhah pulang. Ummu Sulaim menyambutnya dengan wajah penuh cinta; tanpa rona kesedihan sedikitpun.
“Bagaimana kondisi anak kita?” tanya Abu Thalhah.
“Sekarang ia lebih tenang” jawab Ummu Sulaim. Dan memang benar, anak yang meninggal pastilah lebih tenang daripada ketika ia sakit. Apalagi anak kecil yang tidak punya dosa, begitu meninggal ia tidak punya beban sama sekali.
“Sekarang ia lebih tenang” jawab Ummu Sulaim. Dan memang benar, anak yang meninggal pastilah lebih tenang daripada ketika ia sakit. Apalagi anak kecil yang tidak punya dosa, begitu meninggal ia tidak punya beban sama sekali.
Ummu Sulaim mempersilahkan Abu Thalhah makan dulu, apa keperluannya dilayani, rasa lelahnya diobati, tubuh yang capek dipijati, dan sebagainya. Hingga puncaknya, Abu Thalhah diajaknya melepas rindu, bersatu dalam nikmat surga dunia.
Paginya, Ummu Sulaim bertanya kepada Abu Thalhah. “Wahai suamiku, jika ada orang yang menitipkan barang kepada kita, lalu suatu saat orang itu datang mengambilnya, apa yang kita lakukan?”
“Tentu kita harus mengembalikan barang titipan itu,” jawab Abu Thalhah.
“Sesungguhnya anak kita telah meninggal. Ia titipan Allah, dan telah diambil olehNya sebelum engkau pulang”
“Tentu kita harus mengembalikan barang titipan itu,” jawab Abu Thalhah.
“Sesungguhnya anak kita telah meninggal. Ia titipan Allah, dan telah diambil olehNya sebelum engkau pulang”
Abu Thalhah tidak marah. Tetapi, ia merasa terkejut dengan kabar ini. Bagaimana mungkin semalam ia begitu bahagia, padahal anaknya telah tiada. Tidak puas dengan hal ini, ia pun mengadu kepada Rasulullah.
Apa jawaban Rasulullah? Beliau justru memuji sikap Ummu Sulaim yang sangat sabar dan penuh kasih sayang itu. Ummu Sulaim telah melakukan hal istimewa yang tidak bisa dilakukan oleh banyak wanita lainnya. Ia mampu bersabar atas musibah yang dialaminya. Ia tidak langsung memberitahukan suaminya agar ia istirahat dulu dan menenangkan diri. Bahkan ia dijamu dengan jima’ yang membuatnya berbahagia. “Allah memberkahi apa yang kalian lakukan semalam,” sabda Rasulullah.
Dan benar. Dari hubungan malam itu Abu Thalhah dan Ummu Sulaim dikaruniai anak yang hafal Qur’an. Dan bukan hanya anak itu, seluruh anak mereka yang berjumlah sembilan orang semuanya juga hafal Qur’an.